KALAU BUKAN KITA, SIAPA LAGI?
MEWUJUDKAN JAMU SEBAGAI
WARISAN BUDAYA DUNIA DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL
Feliani Sanjaya
“Suwe ora
jamu
Jamu godhong tela,
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gela”
Lagu di atas mungkin lebih akrab di telinga masyarakat
Jawa karena memang lagu di atas merupakan lagu daerah masyarakat Jawa Tengah. Saya
memutuskan untuk memilih lagu daerah tersebut sebagai pembuka dari esai ini
karena berkaitan dengan ide yang saya angkat.
Para pembaca pasti bertanya – tanya apa kaitannya lagu
daerah di atas dengan ide saya. Kalau diperhatikan baik – baik, lagu di atas
sebenarnya merupakan pantun yang dilagukan. Namun ada satu kata dalam lagu
tersebut yang berhubungan erat dengan pengobatan tradisional. Jika Anda
menjawab “jamu”, maka jawaban Anda sangat tepat! Jamu yang kita kenal selama
ini mungkin jamu yang dijajakan oleh ibu – ibu penjual jamu gendong di depan
rumah seperti jamu beras kencur yang dipercaya berkhasiat dalam menghilangkan
pegal – pegal pada tubuh.5 Padahal, kalau kita mau sedikit cermat
terhadap lingkungan di sekitar kita, jamu itu lebih dari sekadar minuman
menyehatkan. Contoh yang paling simpel dan nggak
jauh – jauh dari sekitar kita adalah minyak kayu putih. Hayo, masih tidak
percaya? Sekali lagi, kalau kita sedikit jeli saja terhadap lingkungan di
sekitar kita, kita akan menemukan bahwa terdapat logo dan tulisan jamu pada
kemasan botol minyak kayu putih (lihat Gambar
1 pada lampiran). Selain dalam bentuk minuman dan minyak gosok, jamu juga
ada yang dalam bentuk obat pil, salep, lotion,
bubuk, seduhan dan juga obat pijat.3
Mengapa Jamu?
Lalu
mengapa jamu? Apa yang unik dari jamu? Bukankah obat – obatan tradisional tidak
hanya meliputi jamu? Tidak salah jika pembaca bertanya seperti pertanyaan di
atas. Selama berabad – abad, hampir setiap negara mempunyai ikon pengobatan
tradisionalnya masing – masing dengan berbagai nama yang unik. Seperti negara
Cina yang terkenal dengan Traditional
Chinese Medicine (TCM), Jepang dengan kampō medicine, Korea dengan traditional korean
medicine, India dengan ayurvedic medicine,
Amerika Utara dengan phytotherapy, dan
Eropa dengan herbalism.8
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ya, Indonesia memiliki ikon pengobatan
tradisionalnya berupa jamu.3,8
Jamu merupakan
obat yang unik karena selain merupakan obat tradisional, jamu juga merupakan
obat bahan alam Indonesia.1,2 Selanjutnya jika pembaca
bertanya,”Lho, memangnya obat tradisional berbeda dari obat bahan alam
Indonesia?”, maka pembaca termasuk ke dalam daftar masyarakat yang perlu
diluruskan pemahamannya. Pengertian obat tradisional menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
adalah sebagai berikut :1
“Obat
tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.”
Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Ketentuan
Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia No. HK.
00.05.4.2411 pada tanggal 17 Mei 2004, obat bahan alam Indonesia
adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia. Obat bahan alam sendiri
terbagi menjadi tiga golongan utama yang meliputi jamu, obat herbal terstandar,
dan fitofarmaka. Masing – masing golongan tersebut mempunyai lambang sendiri
(lihat Gambar 2 pada lampiran). Obat
herbal terstandar dan fitofarmaka merupakan obat bahan alam yang terbukti
khasiatnya melalui uji ilmiah dan uji klinis dengan mutu yang sudah
distandarisasi. Sedangkan jamu merupakan obat bahan alam yang khasiatnya
dibuktikan bukan berdasarkan uji laboratorium seperti uji ilmiah dan uji
klinis, tetapi terbukti berdasarkan data empiris, yaitu berdasarkan pengamatan
terhadap suatu kebenaran dan berkembang menjadi suatu kepercayaan yang
diturunkan dari generasi ke generasi.2,5 Dari kriteria obat bahan
alam di atas, hanya jamu yang bisa dikategorikan sebagai obat tradisional
seutuhnya karena berasal dari warisan kepercayaan tutur dan tulis masyarakat
Indonesia secara turun – temurun serta terbukti berkhasiat berdasarkan pengamatan
yang telah dilakukan. Kepercayaan tersebut sempat ditulis dalam Prasasti
Madhawapura yang berasal dari salah satu kerajaan Hindu terbesar di Nusantara
yaitu Kerajaan Majapahit. Prasasti tersebut sempat ‘mengulas’ tentang peracik
jamu yang pada masa itu disebut Acaraki.5
Selain itu, jamu menjadi ciri khas dari pengobatan tradisional Indonesia
yang pastinya tidak mudah bagi kita untuk menemuinya di negara lain.3
Nasib Jamu Kini
Ya, nenek moyang Indonesia patut berbangga atas peran mereka dalam hal
pengobatan tradisional yang turut menyehatkan generasi kini. Perlu diketahui
juga, bahwa tidak hanya masyarakat Indonesia yang “memanfaatkan” warisan ilmu pengobatan
dari nenek moyang. Menurut World Health
Organization (WHO), sekitar 80% dari penduduk Asia dan Afrika menggunakan
obat tradisional untuk mengatasi gangguan pada kesehatannya, yang tentunya
memiliki ciri khas sesuai dengan kepercayaan daerah masing – masing.4 Namun,
dewasa ini masyarakat khususnya generasi muda cenderung enggan untuk
melestarikan jamu. Sebagian dari mereka menganggap bahwa obat – obatan modern
lebih baik daripada jamu.3 Bahkan permintaan produk jamu masih
tertinggal jauh dengan permintaan obat modern dan industri farmasi. Pada tahun
2010, jumlah permintaan pasar terhadap produk jamu ‘hanya’ sebesar Rp 7,2
triliun, sedangkan permintaan pasar terhadap produk obat modern mencapai angka
fantastis yaitu sebesar Rp 37,5 triliun.11
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2010, hanya 59,12% penduduk
Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu dan berdasarkan analisis data Susenas
2007, penduduk Indonesia yang menggunakan jamu sebagian besar berada pada
kelompok umur lansia.6,7 Dari jumlah tersebut, 95,6% penduduk yang pernah mengonsumsi jamu, merasakan
manfaat dari minum jamu.7
Selain fakta di atas, WHO juga mendukung dan menyarankan penggunaan obat
tradisional (dalam hal ini obat tradisional yang dimaksud adalah jamu) dalam
menunjang kesehatan masyarakat terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif, dan kanker.9 Hal tersebut disebabkan oleh lama dan
mahalnya pengobatan pada penyakit – penyakit tersebut dengan menggunakan obat –
obatan modern sehingga diperlukan pengobatan alternatif yang mampu mencegah
timbulnya penyakit – penyakit tersebut.7 Hal lain yang membuat jamu
lebih unggul daripada obat – obatan modern adalah dari segi efek samping. Berbeda
dari obat – obatan modern, jamu tidak beracun dan tidak menimbulkan efek
samping. Namun jamu juga terkadang dapat menjadi racun apabila digunakan secara
bersamaan dengan obat – obatan modern.5,7
Nah, fakta – fakta di atas membuktikan bahwa jamu tidak kalah dengan
obat – obatan modern. Jamu juga bisa digunakan sebagai obat untuk membentengi
diri kita dari penyakit asal digunakan secara tepat dan tidak berlebihan.
Jembatan antara Jamu dan Masyarakat
Dalam kenyataannya, saya sendiri sempat merasakan ada hal langka yang
saya rasakan sekarang, tetapi sangat mudah saya temui saat saya kecil. Ya, ibu
– ibu penjual jamu gendong menjadi profesi yang saya lihat mulai langka dewasa
ini. Lalu apa yang istimewa dari ibu – ibu penjual jamu gendong? Saya melihat
bahwa keberadaan ibu – ibu penjual jamu ini mempunyai andil yang sangat besar
dalam konsumsi jamu di masyarakat, apalagi untuk kaum muda. Menurut Budiantho,
ibu – ibu penjual jamu gendong tersebut mempunyai peran dalam menyehatkan
masyarakat yaitu turut serta dalam menyebarluaskan khasiat jamu kepada
masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi meremehkan ‘kekuatan’ dari jamu
sebagai daya penyembuh bagi kesehatan mereka.5 Sayangnya, ternyata
tidak hanya saya yang merasa
‘kehilangan’ ibu – ibu penjual jamu gendong ini, tetapi teman – teman saya juga
merasakan keberadaan ibu – ibu penjual jamu gendong ini semakin sedikit. Alasan utama dari banyaknya ibu – ibu penjual
gendong yang menghentikan profesi mulianya ini adalah karena persaingan yang
semakin tinggi dalam mendapatkan pelanggan.5 Selain turut
melestarikan jamu melalui racikan sendiri, beberapa penjual jamu gendong juga
menjual produk dari pabrik – pabrik jamu besar seperti Jamu Jago, Mustika Ratu,
Nyonya Meneer, dan lain sebagainya sehingga mereka juga berperan dalam
menyebarkan produk jamu hasil pabrik.5,10
Siapa Lagi yang Bisa Membantu?
Tidak adil rasanya jika saya terlihat seolah – olah menyalahkan
masyarakat saja terkait perkara konsumsi jamu di negeri ini yang masih
tergolong rendah. Setelah melihat dari sisi masyarakat dan ‘penyebar’ jamu,
saya ingin melihat dari sisi pemerintah dan tenaga kesehatan. Peran pemerintah
sebagai pembuat kebijakan dan peran tenaga kesehatan sebagai jembatan antara
pengobatan – pasien, turut serta dalam memengaruhi konsumsi jamu di masyarakat.
Berikut ini adalah hal – hal yang bisa lebih dikembangkan oleh pemerintah dan
tenaga kesehatan untuk meningkatkan konsumsi obat tradisional khas negeri ini.
Pemberdayaan
Sentra Jamu Tradisional
Tidak dapat dipungkiri, bahwa keberadaan sentra jamu di tengah – tengah
masyarakat sangatlah penting dalam meningkatkan konsumsi dan kesadaran
masyarakat akan ‘kehebatan’ dari jamu. Contohnya adalah Sentra Jamu Tradisional
Kecamatan Sampang dan Kabupaten Bangkalan, Madura yang produknya menyebar tidak
hanya di Jawa Timur tetapi menyebar sampai ke seluruh Indonesia. Sentra jamu
ini juga melibatkan penjual jamu gendong dalam produksinya sehingga dapat
membangun lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Namun, sentra
jamu tradisional ini masih memerlukan dukungan dari pemerintah, terutama untuk
teknik produksi yang membutuhkan pembinaan teknologi tepat guna.12 Bayangkan
saja, jika setiap kota besar di Indonesia mempunyai sentra jamu tradisional.
Mungkin manfaat jamu Indonesia tidak hanya dirasakan oleh seluruh orang
Indonesia saja, melainkan juga bisa dirasakan khasiatnya oleh masyarakat dunia.
Luar biasa, bukan?
Saintifikasi
Jamu
Saya yakin sebagian besar masyarakat masih asing dengan dua kata di
atas. Yang dimaksud dengan “Saintifikasi Jamu” menurut Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
berlandaskan pelayanan kesehatan.13 Pembaca pasti bertanya – tanya,
“Jamu, kan tidak perlu uji ilmiah?” Saya juga mengungkapkan di awal esai ini
bahwa jamu berbeda dari obat bahan alam Indonesia yang lain karena jamu tidak
memerlukan uji ilmiah maupun uji klinis. Namun, mengapa perlu dilakukan
saintifikasi jamu? Tujuan utama dari saintifikasi jamu dilakukan agar jamu
dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal oleh tenaga kesehatan sehingga
penggunaan jamu dapat disebarluaskan kepada masyarakat.14,15 Selain
itu, tujuan lain dari saintifikasi jamu ini adalah untuk menyediakan jamu yang
terbukti aman kepada masyarakat.13 Namun cara ini tidak disarankan.
Selain karena mahal, saintifikasi jamu bagaikan merebut jamu dari sifat – sifat
alamiah dan tradisional. Saintifikasi jamu juga akan membuat harga jamu menjadi
lebih mahal serta mengalihkan racikan jamu tradisional menjadi jamu yang
diproduksi dengan mesin terstandarisasi.15 Padahal, sisi budaya dan
kepercayaan merupakan salah satu keunikan dari jamu yang seharusnya tidak
tergantikan.
Misi Jamu Sebagai Bagian Dari Warisan Dunia
Jamu
perlu dikembangkan oleh masyarakat Indonesia selain karena jamu merupakan
warisan kepercayaan nenek moyang Indonesia dan ikon pengobatan tradisional Indonesia,
jamu juga merupakan obat tradisional yang unik karena jamu adalah obat bahan
alam yang bisa digolongkan sebagai obat tradisional seutuhnya.1,2,3,8
Tidak hanya melibatkan masyarakat saja, pengembangan jamu perlu melibatkan
pihak pemerintah dan tenaga kesehatan.14 Kalau bukan kita sebagai
masyarakat Indonesia, siapa lagi yang akan melestarikan dan mengembangkan jamu?
Di dalam jamu mengandung kekayaan unsur budaya dan kepercayaan rakyat Indonesia
yang jika dikembangkan dengan baik, bukan tidak mungkin, jamu bisa termasuk ke
dalam daftar warisan budaya dunia.15 Sudah menjadi kewajiban kita
sebagai manusia Indonesia untuk melestarikan jamu sebelum ‘direbut’ oleh negara
lain.
Mari Kita
Lestarikan
Jamu sebagai Bagian dari Kekayaan Budaya dan Kepercayaan Bangsa Indonesia.
Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi? Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi?
DAFTAR
PUSTAKA
TRADISIONAL
PM. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT
TRADISIONAL.
Obat
BP. Regulation of National Agency of Drug and Food Control number HK. 00.05.
4.2411 on provision of grouping and labelling of Indonesian natural products.
Beers
SJ. Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing: The Ancient Indonesian
Art of Herbal Healing. Tittle
Publishing; 2013 Dec 13.
-
Budiantho
JD. Penjual Jamu Keliling di Kecamatan Malalayang Kota Manado. JURNAL HOLISTIK.
2015 Nov 2.
Supardi
S, Herman MJ, Yuniar Y. PENGGUNAAN JAMU BUATAN SENDIRI DI INDONESIA (ANALISIS
DATA RISET KESEHATAN DASAR TAHUN 2010). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
2011;14(4 Okt).
Widowati
L, Siswanto S, Delima D, Siswoyo H. EVALUASI PRAKTIK DOKTER YANG MERESEPKAN
JAMU UNTUK PASIEN PENDERITA PENYAKIT DEGENERATIVE DI 12 PROPINSI. Media
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014;24(2 Jun):95-102.
Zhao
XF, Zheng XH, Fan TP, Li ZJ, Zhang YY, Zheng JB. A novel drug discovery
strategy inspired by traditional medicine philosophies. Science. 2015 Jan
16;347(6219 Suppl):S38-40.
Sari
LO. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 2006 Apr;3(1):01-7.
Bank Indonesia.
Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Industri Jamu Tradisional (Pola Pembiayaan
Syariah). 2011.
Sumber: www. bi. go. Id (Diakses 30 Maret
2016).
Lestari
ED. Analisis daya saing, strategi dan prospek industri jamu di Indonesia. Departemen
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajeman Institut Pertanian Bogor,
2007. Hal 40.
Mujanah
S, Maqsudi A, Santoso R. PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI IbM KELOMPOK USAHA
KECIL JAMU TRADISIONAL DI KECAMATAN SAMPANG. JPM17. 2016 Feb 15;1(02).
Penelitian
IK, Kesehatan P. Buku saku saintifikasi jamu: penelitian berbasis
pelayanan-[BUKU]. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011. Hal 7.
Delima
D, Widowati L, Astuti Y, Siswoyo H, Gitawati R, Purwadianto A. Gambaran praktik
penggunaan jamu oleh dokter di enam provinsi di Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan. 2012;40(3 Sep):110-22.
Tripoli F, Wahyono B. Pelanggengan Jamu di Tengah Wacana
Herbalisasi(Doctoral dissertation, Petra Christian University).
LAMPIRAN
|
Gambar 1 Terdapat logo dan tulisan “JAMU” pada kemasan botol minyak kayu putih (Sumber : https://4roda.files.wordpress.com/2011/05/a.jpg) |
|
Gambar 2 Lambang pada masing – masing jenis obat bahan alam
(Sumber : https://edhisambada.files.wordpress.com/2011/02/ot.jpg)
|