Friday, 12 August 2016

Contoh Esai Ilmiah Populer


KALAU BUKAN KITA, SIAPA LAGI?

MEWUJUDKAN JAMU SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL

Feliani Sanjaya

Suwe ora jamu
Jamu godhong tela,
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gela

Lagu di atas mungkin lebih akrab di telinga masyarakat Jawa karena memang lagu di atas merupakan lagu daerah masyarakat Jawa Tengah. Saya memutuskan untuk memilih lagu daerah tersebut sebagai pembuka dari esai ini karena berkaitan dengan ide yang saya angkat.

Para pembaca pasti bertanya – tanya apa kaitannya lagu daerah di atas dengan ide saya. Kalau diperhatikan baik – baik, lagu di atas sebenarnya merupakan pantun yang dilagukan. Namun ada satu kata dalam lagu tersebut yang berhubungan erat dengan pengobatan tradisional. Jika Anda menjawab “jamu”, maka jawaban Anda sangat tepat! Jamu yang kita kenal selama ini mungkin jamu yang dijajakan oleh ibu – ibu penjual jamu gendong di depan rumah seperti jamu beras kencur yang dipercaya berkhasiat dalam menghilangkan pegal – pegal pada tubuh.5 Padahal, kalau kita mau sedikit cermat terhadap lingkungan di sekitar kita, jamu itu lebih dari sekadar minuman menyehatkan. Contoh yang paling simpel dan nggak jauh – jauh dari sekitar kita adalah minyak kayu putih. Hayo, masih tidak percaya? Sekali lagi, kalau kita sedikit jeli saja terhadap lingkungan di sekitar kita, kita akan menemukan bahwa terdapat logo dan tulisan jamu pada kemasan botol minyak kayu putih (lihat Gambar 1 pada lampiran). Selain dalam bentuk minuman dan minyak gosok, jamu juga ada yang dalam bentuk obat pil, salep, lotion, bubuk, seduhan dan juga obat pijat.3

Mengapa Jamu?

Lalu mengapa jamu? Apa yang unik dari jamu? Bukankah obat – obatan tradisional tidak hanya meliputi jamu? Tidak salah jika pembaca bertanya seperti pertanyaan di atas. Selama berabad – abad, hampir setiap negara mempunyai ikon pengobatan tradisionalnya masing – masing dengan berbagai nama yang unik. Seperti negara Cina yang terkenal dengan Traditional Chinese Medicine (TCM), Jepang dengan kampō medicine, Korea dengan traditional korean medicine, India dengan ayurvedic medicine, Amerika Utara dengan phytotherapy, dan Eropa dengan herbalism.8 Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ya, Indonesia memiliki ikon pengobatan tradisionalnya berupa jamu.3,8

Jamu merupakan obat yang unik karena selain merupakan obat tradisional, jamu juga merupakan obat bahan alam Indonesia.1,2 Selanjutnya jika pembaca bertanya,”Lho, memangnya obat tradisional berbeda dari obat bahan alam Indonesia?”, maka pembaca termasuk ke dalam daftar masyarakat yang perlu diluruskan pemahamannya. Pengertian obat tradisional menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan  Republik Indonesia  Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional adalah sebagai berikut :1

                       

            Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.



Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia No. HK. 00.05.4.2411 pada tanggal 17 Mei 2004, obat bahan alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia. Obat bahan alam sendiri terbagi menjadi tiga golongan utama yang meliputi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Masing – masing golongan tersebut mempunyai lambang sendiri (lihat Gambar 2 pada lampiran). Obat herbal terstandar dan fitofarmaka merupakan obat bahan alam yang terbukti khasiatnya melalui uji ilmiah dan uji klinis dengan mutu yang sudah distandarisasi. Sedangkan jamu merupakan obat bahan alam yang khasiatnya dibuktikan bukan berdasarkan uji laboratorium seperti uji ilmiah dan uji klinis, tetapi terbukti berdasarkan data empiris, yaitu berdasarkan pengamatan terhadap suatu kebenaran dan berkembang menjadi suatu kepercayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi.2,5 Dari kriteria obat bahan alam di atas, hanya jamu yang bisa dikategorikan sebagai obat tradisional seutuhnya karena berasal dari warisan kepercayaan tutur dan tulis masyarakat Indonesia secara turun – temurun serta terbukti berkhasiat berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan. Kepercayaan tersebut sempat ditulis dalam Prasasti Madhawapura yang berasal dari salah satu kerajaan Hindu terbesar di Nusantara yaitu Kerajaan Majapahit. Prasasti tersebut sempat ‘mengulas’ tentang peracik jamu yang pada masa itu disebut Acaraki.5 Selain itu, jamu menjadi ciri khas dari pengobatan tradisional Indonesia yang pastinya tidak mudah bagi kita untuk menemuinya di negara lain.3

Nasib Jamu Kini

Ya, nenek moyang Indonesia patut berbangga atas peran mereka dalam hal pengobatan tradisional yang turut menyehatkan generasi kini. Perlu diketahui juga, bahwa tidak hanya masyarakat Indonesia yang “memanfaatkan” warisan ilmu pengobatan dari nenek moyang. Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 80% dari penduduk Asia dan Afrika menggunakan obat tradisional untuk mengatasi gangguan pada kesehatannya, yang tentunya memiliki ciri khas sesuai dengan kepercayaan daerah masing – masing.4 Namun, dewasa ini masyarakat khususnya generasi muda cenderung enggan untuk melestarikan jamu. Sebagian dari mereka menganggap bahwa obat – obatan modern lebih baik daripada jamu.3 Bahkan permintaan produk jamu masih tertinggal jauh dengan permintaan obat modern dan industri farmasi. Pada tahun 2010, jumlah permintaan pasar terhadap produk jamu ‘hanya’ sebesar Rp 7,2 triliun, sedangkan permintaan pasar terhadap produk obat modern mencapai angka fantastis yaitu sebesar Rp 37,5 triliun.11

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2010, hanya 59,12% penduduk Indonesia yang pernah mengonsumsi jamu dan berdasarkan analisis data Susenas 2007, penduduk Indonesia yang menggunakan jamu sebagian besar berada pada kelompok umur lansia.6,7 Dari jumlah tersebut, 95,6%  penduduk yang pernah mengonsumsi jamu, merasakan manfaat dari minum jamu.7

Selain fakta di atas, WHO juga mendukung dan menyarankan penggunaan obat tradisional (dalam hal ini obat tradisional yang dimaksud adalah jamu) dalam menunjang kesehatan masyarakat terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif, dan kanker.9 Hal tersebut disebabkan oleh lama dan mahalnya pengobatan pada penyakit – penyakit tersebut dengan menggunakan obat – obatan modern sehingga diperlukan pengobatan alternatif yang mampu mencegah timbulnya penyakit – penyakit tersebut.7 Hal lain yang membuat jamu lebih unggul daripada obat – obatan modern adalah dari segi efek samping. Berbeda dari obat – obatan modern, jamu tidak beracun dan tidak menimbulkan efek samping. Namun jamu juga terkadang dapat menjadi racun apabila digunakan secara bersamaan dengan obat – obatan modern.5,7

Nah, fakta – fakta di atas membuktikan bahwa jamu tidak kalah dengan obat – obatan modern. Jamu juga bisa digunakan sebagai obat untuk membentengi diri kita dari penyakit asal digunakan secara tepat dan tidak berlebihan.

Jembatan antara Jamu dan Masyarakat

Dalam kenyataannya, saya sendiri sempat merasakan ada hal langka yang saya rasakan sekarang, tetapi sangat mudah saya temui saat saya kecil. Ya, ibu – ibu penjual jamu gendong menjadi profesi yang saya lihat mulai langka dewasa ini. Lalu apa yang istimewa dari ibu – ibu penjual jamu gendong? Saya melihat bahwa keberadaan ibu – ibu penjual jamu ini mempunyai andil yang sangat besar dalam konsumsi jamu di masyarakat, apalagi untuk kaum muda. Menurut Budiantho, ibu – ibu penjual jamu gendong tersebut mempunyai peran dalam menyehatkan masyarakat yaitu turut serta dalam menyebarluaskan khasiat jamu kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi meremehkan ‘kekuatan’ dari jamu sebagai daya penyembuh bagi kesehatan mereka.5 Sayangnya, ternyata tidak hanya  saya yang merasa ‘kehilangan’ ibu – ibu penjual jamu gendong ini, tetapi teman – teman saya juga merasakan keberadaan ibu – ibu penjual jamu gendong ini semakin sedikit.  Alasan utama dari banyaknya ibu – ibu penjual gendong yang menghentikan profesi mulianya ini adalah karena persaingan yang semakin tinggi dalam mendapatkan pelanggan.5 Selain turut melestarikan jamu melalui racikan sendiri, beberapa penjual jamu gendong juga menjual produk dari pabrik – pabrik jamu besar seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, dan lain sebagainya sehingga mereka juga berperan dalam menyebarkan produk jamu hasil pabrik.5,10

Siapa Lagi yang Bisa Membantu?

Tidak adil rasanya jika saya terlihat seolah – olah menyalahkan masyarakat saja terkait perkara konsumsi jamu di negeri ini yang masih tergolong rendah. Setelah melihat dari sisi masyarakat dan ‘penyebar’ jamu, saya ingin melihat dari sisi pemerintah dan tenaga kesehatan. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peran tenaga kesehatan sebagai jembatan antara pengobatan – pasien, turut serta dalam memengaruhi konsumsi jamu di masyarakat. Berikut ini adalah hal – hal yang bisa lebih dikembangkan oleh pemerintah dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan konsumsi obat tradisional khas negeri ini.

  1. Pemberdayaan Sentra Jamu Tradisional
    Tidak dapat dipungkiri, bahwa keberadaan sentra jamu di tengah – tengah masyarakat sangatlah penting dalam meningkatkan konsumsi dan kesadaran masyarakat akan ‘kehebatan’ dari jamu. Contohnya adalah Sentra Jamu Tradisional Kecamatan Sampang dan Kabupaten Bangkalan, Madura yang produknya menyebar tidak hanya di Jawa Timur tetapi menyebar sampai ke seluruh Indonesia. Sentra jamu ini juga melibatkan penjual jamu gendong dalam produksinya sehingga dapat membangun lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Namun, sentra jamu tradisional ini masih memerlukan dukungan dari pemerintah, terutama untuk teknik produksi yang membutuhkan pembinaan teknologi tepat guna.12 Bayangkan saja, jika setiap kota besar di Indonesia mempunyai sentra jamu tradisional. Mungkin manfaat jamu Indonesia tidak hanya dirasakan oleh seluruh orang Indonesia saja, melainkan juga bisa dirasakan khasiatnya oleh masyarakat dunia. Luar biasa, bukan?
  2. Saintifikasi Jamu
    Saya yakin sebagian besar masyarakat masih asing dengan dua kata di atas. Yang dimaksud dengan “Saintifikasi Jamu” menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berlandaskan pelayanan kesehatan.13 Pembaca pasti bertanya – tanya, “Jamu, kan tidak perlu uji ilmiah?” Saya juga mengungkapkan di awal esai ini bahwa jamu berbeda dari obat bahan alam Indonesia yang lain karena jamu tidak memerlukan uji ilmiah maupun uji klinis. Namun, mengapa perlu dilakukan saintifikasi jamu? Tujuan utama dari saintifikasi jamu dilakukan agar jamu dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal oleh tenaga kesehatan sehingga penggunaan jamu dapat disebarluaskan kepada masyarakat.14,15 Selain itu, tujuan lain dari saintifikasi jamu ini adalah untuk menyediakan jamu yang terbukti aman kepada masyarakat.13 Namun cara ini tidak disarankan. Selain karena mahal, saintifikasi jamu bagaikan merebut jamu dari sifat – sifat alamiah dan tradisional. Saintifikasi jamu juga akan membuat harga jamu menjadi lebih mahal serta mengalihkan racikan jamu tradisional menjadi jamu yang diproduksi dengan mesin terstandarisasi.15 Padahal, sisi budaya dan kepercayaan merupakan salah satu keunikan dari jamu yang seharusnya tidak tergantikan.
    Misi Jamu Sebagai Bagian Dari Warisan Dunia
    Jamu perlu dikembangkan oleh masyarakat Indonesia selain karena jamu merupakan warisan kepercayaan nenek moyang Indonesia dan ikon pengobatan tradisional Indonesia, jamu juga merupakan obat tradisional yang unik karena jamu adalah obat bahan alam yang bisa digolongkan sebagai obat tradisional seutuhnya.1,2,3,8 Tidak hanya melibatkan masyarakat saja, pengembangan jamu perlu melibatkan pihak pemerintah dan tenaga kesehatan.14 Kalau bukan kita sebagai masyarakat Indonesia, siapa lagi yang akan melestarikan dan mengembangkan jamu? Di dalam jamu mengandung kekayaan unsur budaya dan kepercayaan rakyat Indonesia yang jika dikembangkan dengan baik, bukan tidak mungkin, jamu bisa termasuk ke dalam daftar warisan budaya dunia.15 Sudah menjadi kewajiban kita sebagai manusia Indonesia untuk melestarikan jamu sebelum ‘direbut’ oleh negara lain.

    Mari Kita Lestarikan Jamu sebagai Bagian dari Kekayaan Budaya dan Kepercayaan Bangsa Indonesia. Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi? Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi?
    DAFTAR PUSTAKA

  1. TRADISIONAL PM. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERSYARATAN MUTU OBAT TRADISIONAL.
  2. Obat BP. Regulation of National Agency of Drug and Food Control number HK. 00.05. 4.2411 on provision of grouping and labelling of Indonesian natural products.
  3. Beers SJ. Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing. Tittle Publishing; 2013 Dec 13.
  4. Biofarmaka IPB. Quality of Herbal Medicine Plants and Traditional Medicine. 2013. Available from: http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-traditional-medicine-2013 (Accessed: 25 March 2016).
  5. Budiantho JD. Penjual Jamu Keliling di Kecamatan Malalayang Kota Manado. JURNAL HOLISTIK. 2015 Nov 2.
  6. Supardi S, Herman MJ, Yuniar Y. PENGGUNAAN JAMU BUATAN SENDIRI DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISET KESEHATAN DASAR TAHUN 2010). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2011;14(4 Okt).
  7. Widowati L, Siswanto S, Delima D, Siswoyo H. EVALUASI PRAKTIK DOKTER YANG MERESEPKAN JAMU UNTUK PASIEN PENDERITA PENYAKIT DEGENERATIVE DI 12 PROPINSI. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014;24(2 Jun):95-102.
  8. Zhao XF, Zheng XH, Fan TP, Li ZJ, Zhang YY, Zheng JB. A novel drug discovery strategy inspired by traditional medicine philosophies. Science. 2015 Jan 16;347(6219 Suppl):S38-40.
  9. Sari LO. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2006 Apr;3(1):01-7.
  10. Bank Indonesia. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Industri Jamu Tradisional (Pola Pembiayaan Syariah). 2011. Sumber: www. bi. go. Id (Diakses 30 Maret 2016).
  11. Lestari ED. Analisis daya saing, strategi dan prospek industri jamu di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajeman Institut Pertanian Bogor, 2007. Hal 40.
  12. Mujanah S, Maqsudi A, Santoso R. PENINGKATAN KUALITAS PRODUK MELALUI IbM KELOMPOK USAHA KECIL JAMU TRADISIONAL DI KECAMATAN SAMPANG. JPM17. 2016 Feb 15;1(02).
  13. Penelitian IK, Kesehatan P. Buku saku saintifikasi jamu: penelitian berbasis pelayanan-[BUKU]. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Hal 7.
  14. Delima D, Widowati L, Astuti Y, Siswoyo H, Gitawati R, Purwadianto A. Gambaran praktik penggunaan jamu oleh dokter di enam provinsi di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 2012;40(3 Sep):110-22.
  15. Tripoli F, Wahyono B. Pelanggengan Jamu di Tengah Wacana Herbalisasi(Doctoral dissertation, Petra Christian University).














LAMPIRAN





Gambar 1 Terdapat logo dan tulisan “JAMU” pada kemasan botol minyak kayu                     putih (Sumber : https://4roda.files.wordpress.com/2011/05/a.jpg)










        


Gambar 2 Lambang pada masing – masing jenis obat bahan alam

(Sumber : https://edhisambada.files.wordpress.com/2011/02/ot.jpg)